Bambang Hermanto, SP,
MSi.[1]
Abstrak
Pengaruh Biaya Produksi Terhadap
Pendapatan Petani Kelapa Sawit.Tujuan untuk mengetahui (a) Berapa besar
pengaruh biaya produksi tenaga kerja, jumlah pupuk dan biaya panen terhadap
pendapatan petani kelapa sawit (b) Berapa besar keuntungan petani kelapa sawit.
Berdasarkan Pertimbangan populasi dalam penelitian digunakan metode tehnik acak
sederhana (Simple Random Sampling).
Keuntungan
yang diperoleh petani kelapa sawit adalah sebesar Rp. 36.749.616.00,- dengan
tingkat rata-rata sebesar Rp.3.062.468.00,-. Pengaruh Biaya Produksi Terhadap
Pendapatan Petani Kelapa Sawit Desa Kota
Tengah Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera
Utara menyatakan bahwa, tenaga kerja, jumlah pupuk, dan biaya panen berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
petani kelapa sawit pada tingkat
kepercayaan 95 persen.
Pendahuluan
Pembangunan
ekonomi jangka panjang tidak selalu harus diarahkan pada sektor industri,
tetapi dapat diarahkan pada sektor lain, seperti sektor pertanian dan sektor
jasa meliputi perdagangan, transportasi, komunikasi, perbankan dan lain-lain.
Pembangunan jangka panjang secara terpadu akan mengembangkan sumber daya yang
dapat diperbaharui melalui sektor pertanian, sektor agro industri, sektor
perdagangan, dan sektor jasa pendukung dalam kerangka modal pembangunan insani
(human capital) Indonesia yang seluas-luasnya. Indonesia merupakan industri
kelapa sawit terbesar didunia setelah Malaysia. Indonesia bisa menjadi produsen
kelapa sawit terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit pun bisa menghadirkan
prestasi-prestasi yang membanggakan dan layak untuk ditiru, kesemuanya itu
bergantung pada manajemen dan sistem pengelolaannya (Chandra, 2005).
Sumatera Utara
merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan di
Sumatera Utara telah dibuka sejak zaman penjajahan Belanda. Komoditi hasil
perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain kelapa
sawit, karet, kopi, kakao dan tembakau. Pusat penelitian kelapa sawit (PPKS)
merupakan salah satu produsen bahan tanaman unggul kelapa sawit terkemuka
(Anonimous, 2008).
Dimasa krisis moneter, komoditi
kelapa sawit perkebunan besar maupun kecil menjadi salah satu subsektor yang
turut menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional, baik sisi pendapatan maupun
kontribusi pendapatan devisa dan sektor non migas melalui kegiatan ekspor.
Devisa ekspor komoditi kelapa sawit umumnya berasal dari produk primer berupa
crude palm oil (CPO), inti sawit dan bungkil sawit, sedangkan sisanya berasal
dari produk hilir seperti bahan baku industri farmasi, palm, biodiesel dan
sebagainya (Badan Pusat Statistik, 2007).
Kondisi perkebunan Indonesia
dianggap masih menduduki porsi yang paling baik dibandingkan tanaman lain.
Sebut saja tanaman perkebunan yang berhasil digalakkan diataranya kelapa sawit,
kopi, kakao yang menjadi komoditas non-migas andalan pemberi kontribusi devisa
negara. Untuk kalancaran pengelolaannya, dibutuhkan tiga aspek agribisnis yang
saling terkait satu sama lainnya, yakni aspek produksi, pemasaran, dan
keuangan. Bila ketiga aspek tersebut ditangani dengan manajemen yang
benar-benar tepat, bukan tidak mungkin hasil yang diperoleh bisa lebih dari sekedar
mendapatkan keuntungan (Pahan, 2008).
Soekartawi, 1996.
menyatakan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit idealnya diarahkan pada
agribisnis skala kecil sampai menengah dipedesaan dengan teknologi tepat guna.
Pembangunan kawasan pedesaan yang diarahkan pada pengentasan kemiskinan akan
dapat meningkatkan pasokan (supply) komoditi dan produk pertanian, selain
meningkatkan pendapatan dan daya beli
masyarakat, strategi ini akan efektif untuk membangun pasar dalam negeri
yang berdaya beli tinggi bagi produk manufaktur dan jasa, bahkan mengantisipasi
regionalisasi ekonomi sehingga daya saing nasional akan lebih meningkat melalui
peningkatan kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
Hingga saat ini Indonesia lebih
banyak mengekpsor CPO (90 persen) ekspor minyak sawit Indonesia berbentuk CPO,
10 persen sisanya berupa produk turunan, karena pasar dunia lebih banyak
meminta CPO dibandingkan pada produksi turunannya, hal ini menyebabkan CPO yang
diproses menjadi kebutuhan non-makanan baru sekitar 15 persen. Indonesia
memiliki 62 industri hilir CPO dengan kapasitas terpasang sebesar 21 juta ton
pertahun, tetapi tingkat utilitasnya baru 25 persen. Kondisi ini semakin
dikhawatirkan dengan adanya kebijakan tarip pajak ekspor (PE) produk turunan
yang sama dengan crude palm oil (CPO) (Menteri Perdagangan, 2007).
Sunarko, 2009. juga menyatakan bahwa
tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling
efisien diantara beberapa tanaman sumber minyak nabati yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi lainnya, seperti
kedelai, zaitun, kelapa, bunga matahari. Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak
paling banyak dengan rendemen mencapai 20 persen, kelapa sawit dapat
menghasilkan minyak sebanyak 6-8 ton perhektar. Sementara itu, tanaman sumber
minyak nabati yang lainnya hanya menghasilkan kurang dari 2,5 ton perhektar,
berada jauh di bawah kelapa sawit, sehingga prospek untuk memenuhi kebutuhan
pasar kelapa sawit lebih menjanjikan.
Pengelolaan perkebunan kelapa sawit
baik itu yang dikelola oleh perusahaan negara, swasta ataupun rakyat tentu
tidak terlepas dari masalah biaya produksi, yaitu biaya yang digunakan selama
pengusahaan tanaman. Tinggi rendahnya biaya produksi yang dikeluarkan
tergantung pada sistem manajemennya yaitu mengefisiensikan segala biaya-biaya
produksi yang dikeluarkan. Rendahnya biaya produksi adalah salah satu dari satu
indikator terciptanya efisiensi dalam pengelolaan tanaman kelapa sawit. Hal ini
disebabkan biaya produksi adalah salah satu alternatif yang dapat dipilih
sebagai faktor yang dapat ditekan sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan
biaya produksi. Upaya untuk menciptakan dan meningkatkan pendapatan petani dapat pula dilakukan dengan menekan
biaya produksi menjadi seminimal mungkin (Pardamean, 2008).
Hernanto, 1991,
menyatakan, bahwa biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses
produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Di dalam
jangka pendek, satu kali produksi kita dapat membedakan biaya tetap dan biaya
berubah (variabel), termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang
dibayar didalam maupun di luar usaha tani. Tetapi dalam jangka pendek
ceriteranya menjadi lain, semuanya akan merupakan biaya berubah karena semua
faktor yang digunakan menjadi variabel.
Untuk mencapai tingkat efisiensi
biaya yang optimal, diperlukan skala ekonomi untuk luasan perkebunan kelapa
sawit yang akan dikelola. Dalam tingkat skala usaha yang optimal tersebut,
seluruh komponen biaya tetap (fixed cost) akan berfungsi secara maksimal
sehingga harga pokok persatuan produk akan menjadi lebih kompetitif. Biaya
diatas adalah biaya-biaya pokok yang
dikeluarkan untuk sistem pegelolaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan
sehingga dapat dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya.
Pengelolaan yang baik akan berdampak pada produktivitas tanaman dalam
memberikan hasil produksi yang optimal bagi petani kelapa sawit sehingga mampu memberikan keuntungan secara
signifikan (Lembaga Pertanian Perkebunan, 2000).
Dalam mekanisme
input-proses-output, mutu bahan baku sangat menentukan produk yang dihasilkan.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa sawit mencakup :
a.
Biaya pemeliharaan tanaman seperti: pemberantasan gulma,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (pruning), konsolidasi,
pemeliharaan terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana.
b.
Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan
segala aktivitas untuk mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari
lapangan (areal) ke agen pengepul atau kepabrik seperti biaya tenaga kerja
panen, biaya pengadaan alat kerja dan biaya angkutan (Antoni, 1995).
Untuk mencapai
sasaran produksi tersebut langkah-langkah yang ditempuh oleh petani kelapa
sawit Desa Kota Tengah Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai adalah
pemanfaatan sumberdaya manusia dan lahan yang didukung oleh sarana produksi
(saprodi) dan penerapan paket teknologi unggulan dilapangan. Disamping itu
upaya peningkatan produksi kelapa sawit harus dikaitkan dengan peningkatan
pendapatan petani melalui peningkatan kwalitas sumberdaya manusia dan
pendekatan agribisnis yang berorientasi pada pasar dan keuntungan.
Besarnya biaya
dan rendahnya produktivitas maka untuk mendorong kelangsungan usaha dengan
tingkat efisiensi yang jelas. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha
tani, khususnya tenaga kerja keluarga beserta anggota keluarganya. Jika masih
dapat dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu mengupah
tenaga kerja luar, sehingga tingkat efisiensi biaya yang dikeluarkan mampu
memberikan pendapatan yang sangat signifikan bagi keluarga petani ( Suratiyah, 2008).
Rachman, dkk,
2002. juga menyatakan distribusi pupuk untuk usahatani tanaman perkebunan
rakyat masih dimonopoli oleh pemerintah dengan harga subsidi dan non subsidi.,
sehingga ini berdampak pada alokasi penyaluran pupuk. Kecenderungan pupuk
bersubsidi mengalir pada usaha tani tanaman perkebunan masih ada, tetapi
kenyataannya dilapangan yang masih
dirasakan petani, kelangkaan pupuk masih juga di jumpai, sehingga dengan
menggunakan pupuk nonsubsidi akan berdampak dengan tingginya harga pupuk yang
tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh
petani kelapa sawit.
Pekerjaan potong
buah (panen) merupakan pekerjaan utama diperkebunan kelapa sawit karena langsung
menjadi sumber pemasukan uang bagi petani kelapa sawit. Mengutip hasil/potong
buah, transport dan pengolahan merupakan satu rangkaian mata rantai tertutup
yang harus dilaksanakan secara terpadu karena kepentingan yang saling
mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan dengan pendapatan petani yang akan
diterima (Bangun, 2005).
Oleh karena itu
dari keterangan latar belakang diatas penulis akan meneliti beberapa variabel tertentu yang diduga
berpengaruh nyata dalam meningkatkan produksi kelapa sawit perkebunan rakyat
dengan judul “Pengaruh Biaya Produksi
Terhadap Pendapatan Petani kelapa sawit” dengan studi kasus di Desa Kota
Tengah Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh
biaya produksi (tenaga kerja, jumlah pupuk, biaya panen) terhadap pendapatan
petani kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui besarnya keuntungan petani kelapa sawit.
Tinjauan Pustaka
Tanaman Kelapa Sawit dan Anggaran Biaya
Pertumbuhan dan
produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar
maupun dari tanaman itu sendiri. Faktor itu sendiri pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor tehnis-agronomis.
Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut
saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain dalam hal peningkatan produksi
yang dihasilkan. Pengusahaan perkebunan kelapa sawit mulai dari persiapan
lahan, penyediaan sarana dan prasarana, pemeliharaan, hingga pemasaran
membutuhkan biaya yang cukup agar dapat berjalan dengan baik. (Fauzi, dkk,
2005).
Pahan, I,
2008.menyatakan bahwa biaya produksi merupakan bagian dari pada anggaran produksi yang penting yang dikeluarkan untuk
biaya operasional dan dibutuhkan selama usaha itu masih berlangsung. Lancar
atau tidaknya suatu usaha bergantung kepada biaya yang dikeluarkan, biaya
produksi sebagai penunjang segala aktivitas yang ada karena menyangkut dengan
produktivitas tanaman dan keuntungan bagi petani. selain itu biaya yang
diusahakan juga harus diperhitungkan, karena biaya yang dikeluarkan juga akan
mempengaruhi pendapatan yang akan diterima dalam menjalankan suatu usaha
Produksi
merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman. Baik buruknya
pemeliharaan tanaman akan tercermin dari tingkat produksi yang dihasilkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran produksi antara lain
tahun tanam (menyangkut umur dan komposisi tanaman), luas areal yang dipanen,
jumlah pokok dalam satu hektare (populasi pokok), jenis tanah, pemupukan,
pemeliharaan tanaman, pencapaian produksi tahun-tahun sebelumnya dan pola panen
secara umum produksi kelapa sawit mempunyai tiga pola panen yaitu panen rendah,
panen sedang dan panen puncak (Anonimous, 2007).
Petani pemilik tanah akan
sangat tertarik tentang keuntungan
tunai. Demikian juga petani yang akan mendapatkan porsi kecil dari hasil
usahanya, tentunya mengharapkan pendapatan yang lumayan. Secara umum petani
mengharapkan keuntungan atau penerimaannya akan selalu lebih besar dari biaya
tunai yang mereka keluarkan. Di pihak lain pemerintah akan lebih tertarik
terhadap total biaya termasuk pengeluaran tenaga kerja keluarga, sekaligus
menghitung investasi nasional yang telah dicurahkan untuk kemajuan usaha
produksi (Hernanto, 1991).
Produktivitas Petani Kelapa Sawit
Produktivitas petani kelapa sawit
merupakan kemampuan petani dalam memanfaatkan atau mengefisiensikankan
sumberdaya yang ada (SDM dan SDA) untuk dikelola sehingga mampu memberikan kontribusinya
yaitu hasil produksi tandan buah segar (TBS) yang optimal. Upaya penghematan
biaya produksi dengan terus memantau harga tandan buah segar (TBS) ketingkat
yang lebih wajar demi kelangsungan usaha misalkan harga yang rendah dan biaya
produksi yang terus meningkat bisa berdampak menyebabkan kerugian bagi petani
kelapa sawit. Salah satu kemampuan petani dalam mengefisiensikan sumberdaya
yang ada yaitu dengan memanfaatkan tenaga kerja keluarga. Kemampuan pemanen
untuk melakukan panen dipengaruhi kondisi fisik pemanen. Agar mencapai target,
pemanen sering dibantu oleh tenaga kerja keluarga yaitu istri dan anak. Berdasarkan keterangan diatas biaya panen
akan menjadi lebih rendah apabila petani mampu meminimalkan setiap pengeluaran
yang ada, contoh memaksimalkan tenaga kerja keluarga, sehingga pengefisiensi
tenaga kerja keluarga sangat berdampak terhadap pendapatan petani kelapa sawit
(Antoni, 1995).
Dengan
mengalokasikan anggaran biaya produksi dalam manajemen budaya adalah
memperbaiki lingkungan, pengelolaan air, dan kesuburan tanah. Selain itu,
pemuliaan tanaman juga dilakukan untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Untuk
lingkungan yang cocok (favorable
condition), potensi produksi tanaman kelapa sawit akan baik. Upaya yang
dilakukan oleh manajemen meliputi manajemen persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, dan pemeliharan tanaman. Dengan manajemen tanaman, seluruh aktivitas
biologis kelapa sawit diharapkan berlangsung dengan maksimal (Sunarko, 2009).
Biaya Produksi.
Biaya produksi
yang dikeluarkan untuk tanaman menghasilkan (TM) dimasukkan kedalam biaya eksploitasi tanaman. Pada prinsipnya,
pekerjaan didalamnya hampir sama dengan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang membedakan adalah pekerjaan
panen, contoh dari pekerjaan tersebut adalah pemeliharan gawangan, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit. Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) harus
dilakukan secara intensip, termasuk pengawasan secara terus-menerus untuk
mengantisipasi adanya serangan hama dan penyakit. Biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan
dinyatakan dalam Rp/ton, karena merupakan biaya eksploitasi yaitu pengeluaran
untuk memperoleh pendapatan dari hasil produksi. Biaya pemeliharaan tanaman
menghasilkan (TM) dan biaya panen merupakan komponen biaya produksi dan dicatat
pada perkiraan rugi laba. Agar mendapatkan produksi yang baik dengan rendemen
yang tinggi, pemanen kelapa sawit harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
hal seperti kematangan TBS, cara dan alat panen, serta rotasi panen (Pardamean,
2008)
Biaya produksi
sangat berfungsi dalam mengkoordinir segala kegiatan yang mencakup sistem kerja
untuk meraih apa yang diinginkan sehingga berdampak pada tingkat produktivitas
tanaman untuk memberikan hasil tandan buah segar (TBS) sehingga mampu
memberikan pendapatan bagi petani kelapa sawit. Anggaran di perusahaan
perkebunan kelapa sawit sesuai dengan kegiatan yang ada adalah anggaran
produksi (TBS). Anggaran biaya ini didukung oleh anggaran bahan seperti
anggaran pemupukan, anggaran tenaga kerja,
anggaran biaya panen dan anggaran transportasi (Suratiyah, 2008).
Biaya produksi
merupakan bagian dari pada anggaran
produksi yang penting yang dikeluarkan untuk biaya operasional dan
dibutuhkan selama usaha itu masih berlangsung. Lancar atau tidaknya suatu usaha
bergantung kepada biaya yang dikeluarkan, biaya produksi sebagai penunjang
segala aktivitas yang ada karena menyangkut dengan produktivitas tanaman dan
keuntungan bagi petani. selain itu biaya yang diusahakan juga harus
diperhitungkan, karena biaya yang dikeluarkan juga akan mempengaruhi pendapatan
yang akan diterima dalam menjalankan suatu usaha (Hernanto, 1991).
Tenaga kerja
merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses
produksi dalam jumlah cukup bukan saja terlihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi
juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan. Besar-kecilnya
upah tenaga kerja ditentukan oleh mekanisme pasar, jenis kelamin (HKSP dan HKSW), kualitas tenaga kerja
dan umur tenaga kerja. Oleh karena itu, penilaian terhadap upah perlu di
standarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) (Soekartawi, 1993).
Salah satu
tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menambah
ketersediaan unsur hara didalam tanah. Dengan pemupukan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman. Semua petani kelapa sawit sangat membutuhkan pupuk untuk
diberikan sabagai ransum pada tanaman sehingga tanaman tersebut mampu
mamberikan kontribusinya yaitu hasil tandan buah segar (TBS) yang sesuai yang
diharapkan. Mulai dari dosis pupuk perpokok, cara perlakuan penaburan sesuai
kriteria yang berlaku, penggunaan tenaga kerja harus dimanfaatan seefisien
mungkin (Chandra, 2005).
Biaya panen yang
dikeluarkan adalah seluruh biaya produksi akhir yang gunanya untuk mengeluarkan
produksi TBS, dan biaya tersebut adalah biaya-biaya tenaga kerja potong buah
segar (TBS), biaya alat kerja dan biaya transport kepabrik. Penyusunan anggaran
upah dimulai dari menyusun kebutuhan tenaga kerja dan faktor-faktor pendukung
yang dapat meningkatkan kualitas dan hasil panen yang dimulai dari lapangan
sampai kepabrik sesuai dengan standar yang disesuaikan dengan kondisi setempat
(lembaga Pertanian Perkebunan, 2000).
Pada saat ini,
kualitas bukan hanya dimaksudkan pada produk akhir saja, tetapi meliputi semua
aspek teknis dan manajemen, sejak awal produk diproses hingga barang tersebut
habis dan tidak terpakai lagi oleh konsumen. Dalam mekanisme
input-proses-output, mutu bahan baku sangat menentukan produk yang dihasilkan.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa untuk peningkatan kualitas produk mengacu
pada harga yang wajar. Harga yang wajar berarti mempertahankan harga pokok
dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas petani untuk lebih efektip dalam
pengusahaan tanaman kelapa sawit (Bangun, 2005).
Klasifikasi biaya
penting dalam membandingkan pendapatan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya
antara lain :
1.
Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang penggunaannya
tidak habis dalam satu masa produksi contohnya pajak tanah, pajak air,
penyusutan alat dan bangunan pertanian, alat berat (traktor) dan lain
sebagainya.
2.
Biaya variabel (variabel cost) yaitu biaya yang
dikeluarkan selama proses prduksi berlangsung contohnya biaya pupuk, bibit,
pestisida, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen (pengadaan alat kerja
dan tenaga kerja yang berpengalaman) dan sewa lahan (Soekartawi, 1990).
Panen
Tujuan dari
penanaman kelapa sawit yaitu untuk menghasilkan produksi yang optimal sehingga
mampu memberikan hasil yang optimal bagi petani kelapa sawit. Untuk mendapatkan
produk yang optimal, karakteristik dan faktor yang mempengaruhi produksi harus
dipahami dan diusahakan pada level yang optimal. Bagian faktor utama dalam
peningkatan produksi adalah dengan mengalokasikan biaya produksi sehingga dapat
meningkatkan produktivitas tanaman dan dapat memberikan pendapatan yang optimal
bagi petani kelapa sawit. Panen dan produksi merupakan hasil dari aktivitas
kerja dibidang pemeliharaan tanaman (Sunarko, 2009).
Panen dan
produksi merupakan hasil dari aktivitas kerja di bidang pemeliharaan tanaman.
Baik dan buruknya pemeliharaan tanaman tercermin dari panen dan produksi yaitu
tandan buah segar (TBS). Pekerjaan panen meliputi pemotongan tandan buah segar
(TBS) yang masak secara alami, pengumpulan brondolan, serta pengangkutan tandan
buah segar (TBS) ketempat pemungutan hasil (TPH), untuk kemudian dibawa
kepabrik pengolahan. Biaya panen yang ekonomis merupakan salah satu komponen
biaya produksi antara lain, umur tanaman, topografi areal, kematangan panen dan
kemampuan panen (Pardamean, 2008).
Tanaman kelapa
sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan
menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah
kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Pada saat buah
masak, kandungan minyak pada buah akan maksimal. Jika terlalu matang, buah
kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya, buah jatuh tersebut
disebut istilah memberondol (Fauzi, dkk, 2008).
Pemotongan dan pengutipan TBS pada
tingkat kematangan yang sesuai sehingga mendapatkan kandungan minyak yang
diharapkan tanpa membuat kerusakan pada tanaman, dan langkah-langkah tersebut
harus mengacu pada cara dan kriteria panen yang berlaku. Untuk standar kriteria
matang panen diperkirakan dalam satu kilogram TBS terdapat 1 brondolan yang
lepas dari tandan secara alami, dan untuk menghindarkan kerugian, semua buah
yang matang diwajibkan dipanen. Disamping itu untuk penggunaan alat kerja
seperti dodos, egrek, kapak, angkong gancu harus benar-benar diperhatikan
karena menyangkut dengan efisiensi kinerja hasil yang dicapai (Pahan, 2008).
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka
pemikiran dan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1.
Biaya tenaga kerja, jumlah pupuk dan biaya panen
berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani kelapa sawit.
2.
Biaya produksi berpengaruh nyata terhadap keuntungan
petani kelapa sawit.
Metode
Analisis Data
Yang menjadi
sampel dalam penelitian ini adalah petani kelapa sawit yang ada di Desa Kota
Tengah Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. pengambilan
penelitian ini dipilih secara purposive (berdasarkan kebutuhan dan keinginan).
Adapun jumlah sampel petani kelapa sawit sebanyak 30 KK dari jumlah populasi
sebanyak 70 KK yaitu 43 persen dari jumlah populasi.
Yang
digunakan dalam perumusan masalah
adalah Regresi Linier Berganda dimana :
Y = a + b1X1 + b2X2
+ b3X3 + e
Dimana : Y = Pendapatan
a = Intercep
X1 = Tenaga
Kerja
X2 = Jumlah
Pupuk
X3 = Biaya
Panen
b2
– b3 = Konstanta
e = error
term (Usman, H, 2006).
Untuk pengujian hipotesis secara
simultan digunakan uji t, dengan kriteria :
t hitung > t tabel Ho ditolak H1
diterima, maka ada pengaruh nyata terhadap pendapatan (α = 0.05).
t hitung < t tabel Ho diterima H1 ditolak,
maka tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan (α = 0.05) (Sarwono, 2007).
Untuk
perumusan masalah yang kedua menggunakan analisis keuntungan yaitu :
p = TR – TC
Dimana : p = keuntungan
TR
= total
revenue (penerimaan)
TC = total
cost (biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya panen).
Hasil Dan Pembahasan
Penelitian
Hasil analisis dan perhitungan
hipotesis dari, tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya panen terhadap pendapatan
petani kelapa sawit di Desa Kota Tengah
Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai
Tabel. Rata
– Rata Tenaga Kerja, Pupuk, dan Panen Terhadap Pendapatan Petani Kelapa Sawit Pertahun
No
|
Variabel
|
Koefisien
|
t - hitung
|
t – tabel
|
1
|
Konstanta
|
630169.9
|
0.224
|
2.05
|
2
|
Tenaga Kerja (log X1)
|
31.602
|
2.163
|
|
3
|
Pupuk (log X2)
|
1.879
|
2.106
|
|
4
|
Panen (Log X33)
|
1.871
|
2.077
|
|
5
|
R. Square
|
0.890
|
||
6
|
Adjusted R. Square
|
0.877
|
||
7
|
Standart Error
|
4869592.83
|
Sumber : Data Primer diolah, 2009
Dari tabel diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa koefisien regresi :
Y = 630169.9 +
31.602 X1 + 1.879 X2 + 1.871 X3 + e
Berdasarkan persamaan hasil regresi
diatas dapat diketahui bahwa variabel biaya tenaga kerja, jumlah pupuk dan
biaya panen mempunyai pengaruh yang sangat positif terhadap peningkatan
pendapatan petani kelapa sawit dimana koefisien regresi untuk variabel tenaga
kerja (X1) adalah sebesar 31.602; (X2) adalah jumlah
pupuk sebesar 1.879; dan (X3) adalah biaya panen sebesar 1.871.
Nilai koefisien
regresi variabel – variabel bebas memberikan arti sebagai berikut :
1.
Konstanta sebesar 630169.9 menyatakan bahwa jika terdapat
tenaga kerja (X1), biaya
pupuk (X2) dan biaya panen (X3) maka pendapatan yang
diperoleh petani kelapa sawit sebesar minimal Rp 630.169,-
2.
Koefisien regresi X1 sebesar 31.602 menyatakan
bahwa penambahan biaya tenaga kerja sebanyak Rp 1000, maka pendapatan petani
kelapa sawit meningkat sebesar Rp 31.602,-.
3.
Koefisien regresi
X2 sebesar 1.879 menyatakan bahwa setiap kenaikan biaya pupuk
sebesar Rp 1000,- maka pendapatan petani kelapa sawit akan naik sebesar Rp
1.879,-.
4.
Koefisien regresi
X3 sebesar 1.871 menyatakan bahwa setiap kenaikan biaya panen Rp
1000,- maka pendapatan petani kelapa sawit akan bertambah sebesar Rp 1.871,-.
5.
R. Square (R²) sebesar 0.890
menyatakan bahwa nilai dari tingkat pengaruh biaya produksi terhadap pendapatan
tertinggi 89 persen.
Untuk lebih mengetahui
pengaruh nyata variabel (X1), tenaga kerja (X2), jumlah
pupuk dan (X3), biaya panen dapat dilihat pada interpretasi atau
uraian dengan menggunakan uji t hitung dan t tabel sebagai berikut:
Pengaruh Biaya Tenaga Kerja (X1)
Terhadap Pendapatan Petani Kelapa sawit
Berdasarkan hasil regresi linier
berganda dapat ditentukan bahwa variabel
(X2) mempunyai
pengaruh yang positif terhadap pendapatan petani kelapa sawit (Y1),
dimana koefisiennya menunjukkan sebesar 31,602, artinya apabila biaya tenaga
kerja bertambah Rp 1000, maka pendapatan petani kelapa sawit akan bertambah
sebesar Rp 31,602,-.
Dengan menggunakan uji statistik t hitung
> t tabel (2,163 > 2.05) Maka Ho ditolak H1
diterima, artinya bahwa variabel tenaga kerja (X1) berpengaruh
nyata terhadap pendapatan petani kelapa
sawit pada tingkat kepercayaan 95 %. Demikian hipotesis diterima, hal ini
terjadi karena pendapatan petani kelapa sawit
dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja.
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa
penggunaan tenaga kerja didaerah penelitian memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pendapatan petani, disebabkan karena masih seimbangnya harga jual
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
terhadap biaya produksi. Walaupun demikian dampak dari pada krisis global pada
tahun 2008 belum mempengaruhi pendapatan petani karena harga jual tandan buah
segar (TBS) kelapa sawit secara keseluruhan pada tahun itu masih menguat dan
diperkirakan terjadi mulai pada bulan September – Desember 2008 harga jual
kelapa sawit berangsur – angsur turun tetapi masih dalam tahap yang wajar.
Pengaruh Biaya Pupuk (X2) Terhadap Pendapatan Petani Kelapa
sawit
Berdasarkan hasil regresi linier
berganda dapat ditentukan bahwa variabel
(X2) mempunyai pengaruh yang
positif terhadap produksi petani kelapa sawit (Y1), dimana koefisiennya
menunjukkan sebesar 1,879 artinya apabila biaya pupuk bertambah Rp 1000, maka
pendapatan petani kelapa sawit akan bertambah sebesar Rp 1,879.
Dengan menggunakan uji statistik t hitung
> t tabel (2,106 > 2.05) Maka Ho ditolak H1 diterima, artinya
bahwa variabel pupuk (X2) berpengaruh nyata secara signifikan terhadap
pendapatan petani kelapa sawit pada tingkat kepercayaan 95 persen. Demikian
hipotesis diterima, hal ini terjadi karena tingkat produksi dipengaruhi oleh
faktor jumlah pupuk yang diberikan.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk didaerah penelitian memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pendapatan petani, ini disebabkan karena
harga jual kelapa sawit masih mampu memberikan andil yang cukup besar
terhadap produksi yang diterima petani responden, walaupun biaya pupuk (X2)
yang dikeluarkan cukup besar tetapi masih bisa ditutupi oleh penerimaan petani
sampel, sehingga petani sampel masih mampu membeli pupuk, dan mengalokasikannya
kepada tanaman yang dikelola, dampaknya tanaman mampu memberikan produktivitas
hasil yang cukup signifikan terhadap hasil produksi tandan buah segar (TBS)
terhadap petani kelapa sawit.
Pengaruh Biaya Panen (X3) Terhadap Pendapatan Petani Kelapa sawit
Berdasarkan hasil regresi linier
berganda dapat ditentukan bahwa variabel
(X3) mempunyai pengaruh yang
positif terhadap pendapatan petani kelapa sawit (Y1), dimana
koefisiennya menunjukkan sebesar 1,871 artinya apabila biaya panen bertambah
sebesar Rp 1000, maka pendapatan petani
kelapa sawit akan bertambah sebesar Rp 1,879,-.
Dengan menggunakan uji statistik t hitung
> t tabel (2,077 > 2.05) Maka Ho ditolak H1 diterima, artinya
bahwa variabel biaya panen (X3) berpengaruh nyata secara signifikan
terhadap produksi kelapa sawit pada tingkat kepercayaan 95 persen. Demikian
hipotesis diterima, hal ini terjadi karena tingkat produksi dipengaruhi oleh
faktor panen.
Dari hasil penelitian diatas
menunjukkan bahwa biaya panen yang dikeluarkan didaerah penelitian memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pendapatan petani kelapa sawit. Disebabkan karena
tingkat kesadaran petani (kepedulian) masih tinggi melaksanakan kriteria panen
diantara dengan menekan losses (biaya yang terbuang dengan sia sia), contohnya
brondolan dikutip bersih diareal dan ditempat pemungutan hasil (TPH), tidak
adanya buah tinggal yang masak dipokok (tidak dipanen), TBS cepat dingkut
kepabrik (tidak restan). Kemudian dari hasil penelitian terhadap petani responden
bahwa banyakya keberadaan agen pengepul sebagai penjembatani antara hasil panen
tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani kepabrik tentu sangat memudahkan
petani untuk menjual hasil produksinya langsung dari lapangan kepabrik
pengolahan. Disamping itu pula bahwa pekerjaan panen merupakan bagian dari pada
puncak dari segala usaha pengelolaan tanaman kelapa sawit karena panen secara nyata langsung berhubungan dengan
produksi yang dihasilkan oleh petani untuk mendapatkan keuntungan (p).
Untuk mengetahui hipotesis yang
kedua yang dinyatakan dalam kalimat dan dimasukkan kedalam rumus yang telah
dibuat pada bab tiga bahwa keuntungan (p) didapat setelah mengetahui total penerimaan (TR)
dikurangi dengan total biaya produksi (TC). Untuk lebih jelasnya keuntungan
rata – rata pendapatan petani kelapa sawit dengan luas areal rata – rata seluas
1.43 ha adalah sebagai berikut:
p = TR
– TC
Dimana, = Rp. 96,460,968 –
Rp.13,088,550.67
p
= Rp.
36,749,616.00,-
Dari rumus diatas diterangkan bahwa
dengan luas areal rata – rata 1.43 ha
total penerimaan petani dalam satu tahun
Rp. 96,460,968, dikurangi total biaya produksi dalam satu tahun
Rp.13,088,550.67, sehingga keuntungan petani kelapa sawit yang didapat dalam
satu tahun sebesar Rp. 36,749,616.00, jadi dapat disimpulkan untuk pendapatan
petani kelapa sawit rata – rata setiap bulannya sebesar Rp. 3,062,468.00,-
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Pengaruh tenaga kerja, pupuk dan panen terhadap
pendapatan petani kelapa sawit berdasarkan analisis Regresi Linier Berganda
adalah:
1.
Tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya panen berpengaruh
nyata terhadap pendapatan petani dan ini dapat dibuktikan dengan menggunakan
uji statistik t berpengaruh signifikan terhadap produksi kelapa sawit pada
tingkat kepercayaan 95 persen.
2.
Dari hasil keuntungan yang diperoleh petani kelapa sawit
didaerah penelitian layak untuk diusahakan karena .
Daftar Pustaka
Anonimous, 2007.
Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2001-2006. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Provinsi Sumatera Utara, Medan.
Anonimus, 2008.
Agribisnis Tanaman Perkebunan. Cetakan keempat. Penerbit PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Anonimous, 2007.
Sawit Butuh Kebijakan Konkrit. Kompas. Jakarta.
Antoni, R, 1995.
Pengendalian Gulma, Pemupukan, Pengelolaan Tajuk dan Manajemen Pemungutan Hasil
Kelapa Sawit (Elais guinesis) di Kayangan Estate, PT. Salim Indoplantation.
Riau. Laporan Keterampilan Propesi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian Bogor.(tidak dipublikasikan)
Badan Pusat
Statistik, 1999. Statistik Kelapa Sawit 1998 – 2000 Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, Jakarta.
Bangun, Deron,
2005. Peta Terkini Perkebunan dan Industri Kelapa sawit. Penerbit PT. ISMaC
Indonesia. Jakarta.
Chandra, A, V,
Widyani. Prediksi dan Rekomendasi, Revitalisasi Industri Kelapa Sawit Indonesia
Sebagai Andalan Pertumbuhan Ekonomi Nasional 2010-2020. Penerbit PT. ISMaC
Indonesia. Jakarta.
Fauzi, Yan,
Widyastuti, Erna, Yustisia, Styawibawa, Iman, Hartono, Rudi, 2005. Kelapa
sawit, Edisi Revisi Budi Daya Pemanfaaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan
Pemasaran. Cetakan kedelapan Belas. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Hernanto,
Fadholi, 1991. Ilmu Usaha Tani. Cetakan pertama. Penerbit PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Lembaga
Pertanian Perkebunan, 2000. Seri Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Edisi Pertama.
Penerbit LPP Press. Yogyakarta.
Menteri
Perdagangan, 2007. Ekspor CPO masih baik. Analisa. Hal 13. Medan.
Pahan, Iyung,
2008. Panduan Tehnis Budidaya Kelapa Sawit. Cetakan kedua. Penerbit PT.
Indopalma Wahana Hutama, Jakarta.
Pahan, Iyung,
2008. Panduan Lengkap Budidaya Kelapa Sawit. Cetakan kedua. Penerbit PT.
Indopalma Wahana Hutama. Jakarta.
Pardamean,
Maruli, 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun Dan Pabrik Kelapa Sawit.
Cetakan pertama. Penerbit PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Rachman, Benny,
Rusastra, Santana, HP, Salim, Supriyati, 2002. propil Usaha Pertanian Di
Indonesia. Bappenas.
Sarwono, 2007.
Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis Dengan SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Soekartawi,
1990. Teori Ekonomi Produksi. Cetakan pertama. Penerbit CV. Rajawali.
Jakarta.
Soekartawi,
1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Soekartawi,
1996. Pembangunan Pertanian. Cetakan Kedua. Penerbit PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Sunarko, 2009.
Budidaya Dan Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Dengan Sistem kemitraan. Cetakan
pertama. Penerbit PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Suratiyah, Ken,
2008. Ilmu Usaha Tani. Cetakan kedua. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Usman,
Husaini, Purnomo, R, Setiady, Akbar, 2006. Pengantar Statistika. Cetakan
Pertama. Penerbit PT. Penebar Swadaya.
1 komentar:
Saya akan merekomendasikan siapa pun yang mencari pinjaman Bisnis ke Le_Meridian, mereka membantu saya dengan pinjaman Empat Juta USD untuk memulai bisnis Quilting saya dan itu cepat. Ketika mendapatkan pinjaman dari mereka, mengejutkan betapa mudahnya mereka bekerja. Mereka dapat membiayai hingga jumlah $ 500.000.000.000 (Lima Ratus Juta Dolar) di wilayah mana pun di dunia selama ada 1,9% ROI yang dapat dijamin pada proyek tersebut. Prosesnya cepat dan aman. Itu benar-benar pengalaman positif. Hindari penipu di sini dan hubungi Layanan Pendanaan Le_Meridian Di. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. jika Anda mencari pinjaman bisnis.
Posting Komentar